Tuesday, January 24, 2012


BUDAYA POPULER DALAM FENOMENA HALLYU
Pendahuluan
Fenomena Hallyu, yang berarti Korean Wave atau Demam Korea mengarah pada konsep popularitas budaya Korea di luar negeri. Hallyu sendiri menawarkan hiburan dari negara Korea yang terbaru dimana didalamnya mencakup film dan drama, musik pop, animasi, games dan sejenisnya. Istilah “Hallyu” itu sendiri pertama kali dimunculkan oleh para jurnalis di Cina, mengikuti kepopuleran yang luar biasa dari drama Korea “What Is Love All About” pada tahun 1998 yang meraih rating tertinggi dalam sejarah pertelevisian di Cina. Hallyu mulai merebak di banyak negara Asia dan mungkin banyak lapisan masyarakat belum menyadari bahwa Indonesia pun tidak luput dalam terpaan Hallyu ini.
Korean wave
Hangeul
한류

Hanja
韓流

Alih Aksara yang Disempurnakan
Hallyu

Kegemaran akan budaya pop Korea dimulai di Republik Rakyat Cina dan sekitar Asia Tenggara pada tahun akhir 1990-an. Istilah Hanliu (韓流, Bahasa Korea: 한류; Hallyu) diadopsi oleh media Cina setelah album musik pop Korea, HOT, dirilis di Cina. Serial drama televisi Korea mulai diputar di China dan menyebar ke negara-negara lainnya, seperti Hongkong, Vietnam, Thailand, Indonesia, Filipina, Jepang, Timur Tengah, bahkan Amerika Serikat hingga ke Amerika Latin.
Di Indonesia sendiri fenomena Hallyu bisa dirasakan pada tahun 2002 dengan booming-nya drama seri Korea seperti Endless Love. Populernya serial drama Korea di stasiun televisi Indonesia terpicu setelah drama dari negara Asia lainnya, seperti Taiwan dan Jepang ditayangkan. Berbagai stasiun televisi Indonesia pun mulai menayangkan drama produksi Korea Selatan setelah salah satu stasiun televise swasta menayangkan drama Endless Love (Autumn in My Heart). Para sineas drama di Korea menyadari akan peluang investasi besar dari daya jual drama Korea tersebut. Produksi serial drama mereka pun menjadi komoditas ekspor yang sangat tinggi di negara-negara tetangganya. Hingga puncaknya terjadi saat serial Winter Sonata diputar di Jepang, Cina, Taiwan, dan  negara-negara di kawasan Asia Tenggara.
Pada awalnya, film Hongkong-lah yang mendominasi bioskop di Asia. Namun dengan kehadiran Hallyu, film Hongkong mulai tersaingi oleh film Korea. Film produksi Korea Selatan bisa dikenal dan diterima baik oleh khalayak ramai karena alur ceritanya yang kuat dan genrenya yang bervariasi ringan, romantis dan kadang mengharukan, serta penampilan apik dari aktor dan aktrisnya, membuat drama Korea mulai diminati, sehingga tidak butuh waktu lama, drama Korea mulai menjadi tayangan favorit, khususnya dikalangan remaja.
Kelebihan yang dimiliki oleh drama Korea tersebut, tidak hanya terletak pada segi alur cerita, aktor dan aktrisnya, akan tetapi, juga didukung oleh soundtrack yang menarik. Jadilah kemudian, para penonton mulai mencari dan mengunduh soundtrack drama Korea favorit mereka. Tidak hanya sampai di situ mereka juga akhirnya mulai mencari tahu tentang musik-musik yang sedang trend di Negeri Ginseng tersebut.
Seiring dengan film drama Korea yang semakin diterima publik Indonesia, muncul pula kegemaran akan grup musik pria (boyband) seperti grup musik dari SM Entertainment, seperti TVXQ dan Super Junior. Penyanyi Rain juga mulai dikenal lewat serial drama Full House yang ditayangkan di stasiun televisi Indonesia. Sejak saat itu, penggemar K-pop dan drama Korea pun mulai umum dijumpai.
Musik pop Korea sendiri berawal pada tahun 1992 dimana grup K-Pop laki-laki pada jaman itu, Seo Taiji & Boys mulai membuat lagu techno dan rap-rock dengan bahasa Korea, yang menjadi titik balik bagi musik Korea. Beberapa pecinta K-pop mengaku, bahwa selain musik mereka yang tergolong enerjik, penampilan dari personel-personel grup boyband atau girlband juga menjadi daya tarik tersendiri. Penampilan personel yang terbilang cute menarik perhatian remaja-remaja di Indonesia, khususnya perempuan. Tidak mengherankan apabila fakta di lapangan menunjukkan sebagian besar anggota fans club dari boyband atau girlband tertentu kebanyakan didominasi oleh remaja perempuan. Para pecinta K-pop bahkan memiliki sebutan-sebutan khusus untuk tiap boyband atau girlband yang disukai, seperti ELF untuk fans Super Junior (SuJu); Sone untuk fans Girls Generation (SNSD); V.I.P untuk fans BigBang; Shawol untuk fans Shinee; Hottest untuk fans 2PM; dan masih banyak lagi.
Tidak sebatas pada industri film dan musik saja, pecinta K-pop juga mulai merambah dunia fashion. Besarnya pengaruh Hallyu tersebut memicu banyak orang untuk memelajari bahasa dan kebudayaan Korea. Misalnya saja, belakangan ini banyak remaja di kota-kota besar lebih memilih bergaya cute seperti artis Korea. Banyak juga diantara mereka yang menyukai baju tradisional Korea seperti yang digunakan dalam serial Jewel in The Palace. Berbagai istilah yang kerap digunakan dalam drama Korea juga menjadi bahasa keseharian mereka. Istilah-istilah yang sering kita jumpai antara lain : Fighting! (Semangat!), Oppa (panggilan untuk kakak lelaki), Unnie (panggilan untuk kakak perempuan), Chingu (teman), Chukkae (selamat ya), Gomawo (terima kasih), dan masih banyak lagi.
Pembahasan
 Fenomena Hallyu mengingatkan kita pada tren-tren yang pernah ada sebelumnya dan juga melanda Indonesia, seperti budaya pop China dan Jepang. Dan dari semua budaya pop tersebut, kata Henni Norita dari Lembaga Psikologi Hikari, hanya bersifat sementara karena perkembangan tren datang silih berganti mengikuti perkembangan zaman. "Jadi sama seperti tren-tren sebelumnya, fenomena Korean Wave pun hanya berlangsung dalam kurun waktu tertentu," jelasnya kepada Beritasatu.com. Dan sebagai sebuah fenomena, lanjut Henni, tentu saja memberikan dampak positif maupun negatif bagi masyarakat Indonesia. Misalnya, kata dia, berkurangnya kecintaan terhadap budaya sendiri dan cenderung menurunnya semangat belajar dan produktivitas lantaran waktunya banyak tersita untuk menonton drama Korea, atau menjelajahi dunia maya untuk mencari tahu banyak hal mengenai Korea.
Tak hanya itu, gaya hidup sebagian kalangan muda Indonesia pun, lanjut Henni, mulai terpengaruh oleh gaya hidup masyarakat Korea. Kondisi ini menunjukkan bahwa budaya pop Korea saat ini memang sudah mempunyai penggemar dan memiliki kelasnya tersendiri di Indonesia. Tak hanya di kalangan biasa, tapi juga telah merambah sekaligus menginspirasi beberapa artis di tanah air. "Namun sebagai sebuah dinamika kehidupan, fenomena ini sebenarnya wajar saja terjadi," jelasnya. Lantas apa dampak positifnya fenomena tersebut bagi masyarakat kita? Henni berpendapat, fenomena Hallyu dapat memperkaya pengetahuan masyarakat Indonesia akan kebudayaan negara lain.
Sebagai salah satu negara maju di Asia, Korea juga dapat dijadikan teladan karena tetap memegang teguh budayanya meski arus globalisasi sedemikian derasnya. Hal ini dapat dilihat dan dirasakan melalui warna musiknya, drama serial atau beberapa filmnya yang menggambarkan tentang seni, budaya dan kehidupan sehari-harinya yang menjadi ciri khas masyarakat Korea. "Kuatnya karakter dan identitas merekalah yang membuat bangsa tersebut mampu menjadi trendsetter baru dalam dunia musik, seni akting, fashion dan gaya hidupnya," kata Henni. Kerja keras mereka yang berhasil menjadi 'kiblat' baru dalam budaya pop itulah yang seharusnya menginspirasi masyarakat Indonesia untuk juga terus bekerja keras, disiplin, kreatif dan memiliki etos kerja yang tinggi. "Jadi masyarakat kita nggak hanya jadi follower, tapi juga harus mampu menjadi trendsetter baru bagi negara lain," tambah Henni yang juga pengajar di Hikari Montesorri School ini.
Efek dari Hallyu, yaitu semakin banyak orang yang tertarik untuk mempelajari budaya Korea lebih jauh. Di tanah air juga mulai terlihat peningkatan minat dalam bahasa Korea yang ditandai dengan bertebarannya kursus-kursus bahasa Korea, yang dulunya lebih didominasi oleh Jepang dan Mandarin. Menu-menu masakan Korea mulai dicari, begitu juga Hanbok, pakaian tradisional Korea. Berita ini bersumber dari sebuah blog fandomstarjunior.wordpress yang sudah dikunjungi ribuan orang.
Korean Wave bahkan mampu mengguncang negara digdaya macam Amerika. Banyaknya film–film Korea yang diadaptasi oleh Amerika untuk dibuat remake-nya. Kebanyakan genrenya adalah horror, tapi ada juga film drama yang sukses diadaptasi yaitu The Lake House yang pada versi Hollywood-nya dibintangi oleh ‘pasangan SPEED’, Sandra Bullock dan Keanu Reeves. Ini menandakan bahwa dimulainya Korean wave telah menginvasi hampir di seluruh dunia, tidak hanya sebatas wilayah Asia. Setelah budaya pop Jepang yang populer dengan Dorama, J-pop, manga, dan huruf kanji. Kini orang–orang mulai melirik negara tetangganya dengan K-drama, K-pop, manhwa dan huruf hangul.
Kesimpulan
Terlepas dari fakta itu semua, ternyata Hallyu sendiri merupakan strategi departemen kebudayaan Korea untuk menyebarkan-luaskan kebudayaan Korea di seluruh dunia. Mereka bekerja sama dengan berbagai agensi hiburan seperti SM Town, JYP, YG, dan lain-lain untuk mencetak idola-idola yang dapat menarik simpati penggemar Korean Fans di seluruh dunia. Sehingga bisa dikatakan group-group band glamor seperti Super Junior, Dong Bang Shin Ki, dan 2 PM, semuanya merupakan culture embassador negeri Korea.
Pemerintah di sana pun rupanya sadar betul, bahwa musik K-Pop merupakan salah satu ‘amunisi tempur’ dalam proyek tersebut. Maka dari itu, pemerintah tidak segan merogoh anggaran negara untuk mensponsori Asian Music Festival, yang digelar di Korea. Even besar tersebut mengundang deretan artis–artis dari seluruh wilayah Asia untuk tampil di sana (Indonesia turut ambil bagian sejak 2007 dengan mengirimkan Peter Pan sebagai wakil, kemudian Agnes Monica, pada tahun 2008-2009). Festival semacam ini merupakan ajang pembuktian para musisi akan kualitas mereka sebagai musikus kelas dunia. Sungguh merupakan sebuah terobosan yang sangat cerdas dalam mempromosikan budaya lokal mereka menjadi budaya global yang digemari dan diikuti oleh banyak insan di seluruh dunia.
Majalah Anima bahkan memberitakan bahwa setelah demam Endless Love melanda, setting-setting tempat yang digunakan dalam syuting film tersebut merupakan daerah yang paling ramai dikunjungi para turis. Tak heran jika tahun ini, pemerintah Korea pun menggandeng berbagai artis terkenal untuk membuat video musik promosi pariwisata kota Seoul.
Mungkin julukan “gelombang” kurang bisa menggambarkan dahsyatnya fenomena ini. Tsunami Korea, sepertinya adalah julukan yang lebih pas, karena gelombang kedatangan artis-artis Korea itu begitu tiba-tiba namun memberikan efek yang berkepanjangan bagi yang terkena “seret arusnya”.
Hal tersebut telah menunjukkan bahwa adanya proses aliran budaya-budaya Korea ke negara-negara lainnya. Terlepas dari dampak panjang Hallyu yang akan terus berlanjut, gejala ini memang merupakan suatu fenomena tersendiri dalam dunia industri hiburan modern di Korea. Dalam situasi dunia yang semakin terglobalisasi, pertukaran informasi yang terjadi pun hampir tanpa halangan apapun, hingga Korea telah dapat menjejakkan pengaruhnya di kawasan Asia.
Sebenarnya, Indonesia bisa saja mencontoh Korea dalam usahanya untuk memajukan budayanya sendiri, yang tentu akan berimbas pada sektor pariwisata yang semakin maju. Banyak sineas-sineas produk dalam negeri yang bisa meraih penghargaan bergengsi diluar negeri melalui hasil karyanya yang bernilai seni tinggi. Mereka bisa ‘menjual’ hasil karya mereka kepada dunia sekaligus mempromosikan potensi-potensi pariwisata yang dijadikan lokasi pengambilan gambar. Walaupun begitu, ada beberapa kendala yang menghambat proses copy-paste dari strategi tersebut. Seperti yang telah kita ketahui bersama, kendala dana menjadi salah satu penghambat proses tersebut. Sineas-sineas tersebut berkarya dengan modal tersendiri dan beberapa sponsor, sedangkan keterlibatan pemerintah hanya sekedar menguji lulus sensor saja.
Kapan Indonesia bisa menjadi seperti itu? Kapan kita bisa melihat para anak muda negeri sendiri dan juga negeri lain bersemangat memelajari hanacaraka dan tembang Jawa? Untuk saat ini, kita hanya bisa berharap melalui bangkitnya prindustrian perfilman di Indonesia, dimana hal tersebut secara tidak langsung juga turut memasarkan potensi Indonesia di banyak bidang, salah satunya mungkin bisa berupa Indonesian Wave atau paling tidak kemajuan di sektor pariwisatanya, sehingga dapat memicu investor-investor berdatangan untuk menanamkan modal di negeri tercinta kita ini.

No comments:

Post a Comment